Pages

Senin, 30 November 2009

PERI COKLAT DAN APALALA

Hujan deras mengguyur kawasan perumahan Peri Nirwana. Dariel sedang bermalas-malasan berbaring di tempat tidurnya. Hawa dingin pagi yang menusuk, membuatnya enggan untuk beranjak dari pembaringannya. Dipakainya selimut tebal untuk menghangatkan badannya. ”Secangkir congklat hangat, enak sekali nih.” pikirnya.

Baru saja matanya hendak terpejam, tiba-tiba dari luar terdengar suara ibunya memanggil.
”Dariel, ayo bangun nak!” perintah ibunya. ”Sudah hampir jam 8 pagi. Bangun donk, sayang...”
Dariel agak malas untuk bangun. Tapi lagi-lagi terdengar suara ibunya agar ia segera bangun.
Dariel pun bangun meskipun saat itu jika ia boleh memilih tentu ia lebih suka meneruskan tidurnya. Dilihatnya di ruang makan, ibunya tengah sibuk menghangatkan makanan.
”Ga ada coklat hangat untukku, bu?” tanya Dariel sembari melihat-lihat di atas meja makan.
”Maaf kan ibu, sayang. Coklatnya habis, dan ibu lupa membelinya kemarin.” jelas ibu sambil mengaduk-aduk makanan yang tengah dihangatkan.
”Dariel bisa bantu ibu, nak? Tolong belikan sebungkus coklat di tempat peri coklat ya?” pinta ibunya.
”Ha? hujan-hujan begini?” komentar Dariel
”Ya kamu bisa pakai jas hujan kan ke sana?” kata ibunya.
”Duh, sebenarnya aku malas ke sana. Tapi karena ibu meminta tolong, yaa.. aku bersedia menolong ibu deh.” kata Dariel.

Tak lama kemudian, Dariel sudah bersiap pergi ke tempat peri coklat. Dariel mengenakan jas hujan berwarna kuning.
”Hati-hati di jalan ya.” nasehat ibu.
”Iya. Dariel berangkat ya, bu.” Akhirnya berangkatlah Dariel menuju ke tempat peri coklat untuk membeli sebungkus coklat.

Hujan makin deras mengguyur. Dariel terus berusaha terbang menembus derasnya hujan pagi itu. Penglihatannya agak samar-samar, sehingga tanpa diduga Dariel menabrak sesuatu.
Brak!! Dariel terjatuh. Tubuhnya terhempas ke tanah yang banyak digenangi air hujan. Kemudian samar-samar Dariel melihat sosok makhluk tinggi besar berdiri dihadapan Dariel. Sontak Dariel berusaha terbang secepatnya menjauh dari makhluk tersebut. Namun belum lagi Dariel sempat menjauh, tangan makhluk itu sudah menjepit ke dua sayap Dariel dengan dua jari nya yang besar-besar dan kukunya yang panjang.
”Aaaaahhhh....!” Spontan Dariel pun berteriak. Dariel berontak agar bisa lepas dari cengkraman makhluk itu. Tapi usahanya gagal.
Tiba-tiba makhluk itu mendekatkan Dariel di hadapan matanya. Mata itu begitu besar dan mengerikan! Dariel benar-benar ketakutan. Tubuhnya gemetar. Dariel menutup matanya, dan berharap ada seseorang yang bisa menolongnya.
Ngssh...ngshhh...rrrgghh. Suara nafas makhluk itu berhembus kencang dimuka Dariel. Semakin mencekam dan semakin membuat Dariel gemetar. Dariel pun pingsan.

”Hai, Dariel. Ayo bangun, bangun,” lamat-lamat terdengar suara seseorang. Dariel pun berlahan-lahan membuka matanya. Samar-samar dilihatnya peri coklat sedang menatapnya. ”Apa yang terjadi?” tanya Dariel pada peri coklat. Belum lagi peri coklat menjawab, mata Dariel tertuju pada makluk menyeramkan tadi.
”Aaaaaaaa..! Pergi! Pergi kau, makhluk jahat” teriak Dariel yang langsung menimpuki makhluk itu dengan beberapa benda yang ada didekatnya. Peri coklat menyadari jika Dariel luar bisa ketakutan dengan makhluk itu.
”Dariel..Dariel... maafkan Apalala. Dia makhluk yang baik.” Peri coklat berusaha menenangkan Dariel.
”Apa? siapa? Apalala?” Dariel pun akhirnya agak tenang setelah mendengar penjelasan dari peri coklat.
”Namanya Apalala. Dia sejenis naga air. Dia tidak jahat sama sekali. Apalala suka sekali dengan air. Makanya waktu hujan lebat, dia bermain di luar bersama hujan.” peri coklat menjelaskan sambil mengelus-elus kepala Apalala.
Dariel pelan-pelan mendekat ke arah Apalala.
”Hai, Apalala. namaku Dariel,” sapa Dariel. Kemudian Apalala menundukkan kepalanya mendekati Dariel. Ngshh....ngshhh. Nafas Apalala berhembus di muka Dariel. Lalu Apalala mengosokkan moncongnya ke arah Dariel. Dariel pun menyentuhnya dengan lembut.
”Kelihatannya Apalala senang padamu, Dariel,” kata peri coklat.
Terlihat Dariel pun bisa cepat akrab dengan Apalala.
”Dariel, sebenarnya kamu mau kemana?” tanya peri coklat.
”Oh..iya, aku sampai lupa. Ibuku sebenarnya menyuruhku membeli coklat ke tempat mu, peri coklat.” kata Dariel.
”Wah.. pasti ibumu khawatir. Karena kamu cukup lama tadi pingsan setelah bertubrukan dengan Apalala.” Peri coklat langsung mengambil 5 bungkus coklat dan memberikannya ke Dariel.
”Ini. bawalah coklat-coklat ini. Kamu tidak perlu membayar. Ini hadiah dari ku.” peri coklat menyuruh Dariel segera pulang.
”Tapi aku masih boleh bermain dengan Apalala kan, peri coklat?” pinta Dariel.
”Oh.. tentu saja. Lain kali kalian bisa bermain bersama.” Peri coklat kemudian mengantarkan Dariel. Dan Apalala pun mengikuti peri coklat dibelakangnya.
”Daah.. Apalala. Terima kasih peri.” Dariel pergi sambil melambaikan tangan.
”Hati-hati ya. sampaikan salam ku untuk ibumu,” balas peri coklat sambil tersenyum, sementara Apalala mengangguk-angguk dengan riangnya.

KITHMIR

Sejarah Islam menceritakan seekor anjing yang bernama Kithmir yang menjadi penjaga setia para Ashabul Kahfi.

Demikian juga dalam kehidupan ku. Khitmir adalah sosok binatang yang paling berarti. Ia yang akan setia menunggui aku kelak. Ia juga yang akan menjadi saksi di hadapan Allah SWT terhadap amalan ibadahku.
Dia lah, Kithmir, seekor kambing jantan yang pada hari Jum’at 26 November 2009, telah disembelih sebagai hewan qurban Idul Adha 1430 H.


Sosok Kithmir begitu anggun. Corak hitam dan putih warna bulunya seperti warna siluet kehidupan ini. Bulu kepalanya bercorak putih, seperti sebuah mahkota.
Di saat kambing qurban lainnya merebahkan badan bermalas-malasan dibawah sebuah tenda terpal biru, justru Khitmir masih terlihat lincah dan riang. Sesekali terdengar suaranya yang lantang, seolah menyeru kepada setiap insan agar bertasbih dan bertahmid kepada Allah SWT.



Dengan diiringi gema takbir, ku lafazkan doa kepada Allah SWT, ”Ya Allah, qurban ini adalah dariMU dan untukMU. Jadikanlah qurban ini kelak sebagai amalanku yang dapat menghapuskan setiap dosaku.”

”Mbeeeekkkk!”... suara itu begitu menyayat hati terdengar tatkala pisau tajam itu mengiris batang leher Kithmir. Namun bagiku, diakhir hayatnya, seolah suara Kithmir yang mengharukan itu terdengar meneriakkan lafaz illahi...."Allahu Akbar!" Gembira menyapa Sang Khalik, yang telah memberiNya kehidupan yang berarti sebagai seekor hewan qurban. Hewan yang dimuliakan.

Seketika menyeruak darah segar Kithmir, membasahi rerumputan di halaman mesjid At-Taubah. Tubuh Kithmir pun lunglai tak bernafas. Bulu, darah, daging dan tulang Khitmir akan bersaksi kelak untukku.

Selamat jalan, kawan. Selamat bertemu dengan PenciptaMu.
Semoga Allah berkenan menerimamu sebagai bekal surga untukku kelak di akhirat. Amin.

Senin, 23 November 2009

PERMATA INTAN BIRU 5

Sehingga tak terasa Sang Ratu menitikkan air mata. Kemudian ratu peri berjongkok di depan peri kecil itu. Ratu peri langsung mendekapnya dengan penuh kehangatan.

”Engkau membuatku terharu, sayang.. dan telah membuatku menangis. Berarti engkaulah pemenangnya,” Ratu peri benar-benar dibuat menangis oleh kata-kata peri kecil itu.
”Siapa namamu, peri manis?” tanya ratu peri sambil mengusap air matanya.
”Namaku Zendith,” kata si peri kecil.
”Mana ibumu, sayang. Ratu Peri akan memberikan permata intan biru ini untuk ibumu. Dia sudah berhasil mendidikmu untuk menjadi anak yang berbudi dan berhati mulia.”
Peri kecil itu kemudian tertunduk diam. Terlihat air matanya mulai membasahi pipinya yang kotor.

”Ibuku...ibuku....dia sudah tiada.Dia meninggal karena sakit” katanya sambil terisak-isak.
Ratu peri melihatnya dengan iba. Air matanya menetes lagi.
”Jadi dengan siapa kamu tinggal?” tanya Ratu Peri lagi.
”Aku tinggal beralaskan tanah, dan beratapkan langit. Oleh karena itu, sulit sekali aku menemukan kertas putih yang demikian putih, seperti putihnya kasih ibuku. Maafkan aku, Ratu peri. Aku tidak bisa menerima hadiah itu. Lagian permata itu tidak berarti bagiku, tanpa adanya ”permata murni” dari hati ibuku.

Dengan kasih sayangnya, Ratu menggendong peri kecil itu, dan kemudian membawanya menuju panggung.
”Rakyat peri yang aku banggakan. Zendith adalah mutiara yang berharga bagi ibunya. Meskipun ibunya kini telah pergi ke surga meninggalkan dirinya, namun ia meninggalkan suatu yang berharga dalam diri Zendith, yaitu kemuliaan hatinya.
Aku, Ratu Peri, dengan ini akan menjadikan Zendith sebagai ”permata intan biru” untukku, dan ia ku angkat menjadi anakku.”

Zendith terkesima atas pernyataan Ratu Peri. Dipeluknya sang Ratu peri dengan dekapan erat, dan ratu peri membalasnya dengan pelukan sayangnya kepada Zendith.
”Terima kasih, ibunda,” balas Zendith dengan berlinang air mata.

Peserta lomba yang hadir saat itu, benar-benar terharu menyaksikan 2 makhluk Tuhan yang memiliki kepekaan dan kemuliaan hati. Semua yang hadir meneteskan air mata haru dan bahagia. Demikain juga dengan Oriel dan Dariel.

Zendith telah menulis dengan hati. Karena tidak satupun goresan tangan yang mampu menuliskan betapa besar kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

*** 21 nov 2009

PERMATA INTAN BIRU 4

Oriel bersedih karena naskahnya tidak mengharukan. Dariel berusaha menghibur sahabatnya.
”Ga apa-apa kan, Riel? Kalau pun tidak menang, tapi kita sudah berusaha menulis dengan hati. Mungkin hati ratu peri masih keras untuk bisa menangis. Makanya ratu peri ingin sekali ada semacam ”air” yang bisa melembutkan hati ratu peri.”
”Ah..Dariel. Kata-katamu demikian bagus. aku jadi tidak punya kesempatan untuk bersedih,” kata Oriel sambil tersenyum.
Dariel pun senang melihat sahabatnya kembali tersenyum.

Tiba-tiba dalam keheningan itu, terdengar suara memanggil ratu peri.
”Ratu peri... ratu peri,” suara itu demikian lembut dan merdu.
Ratu peri mencari-cari asal suara itu. Dari balik kerumunan para peserta lomba, keluarlah sosok peri kecil yang kurus dan kumal.
“Ada apa, peri kecil?” tanya ratu peri dengan lembut, kemudian mendekati peri kecil itu.

Ratu peri memang terkenal dengan kasih sayang dan kelembutannya kepada seluruh masyarakat peri. Semua rakyat peri, tanpa kecuali, selalu merasakan kasih sayangnya.

“ngh…begini ratu peri, aku…aku..,” kata peri kecil itu dengan terbata-bata karena takut.
”Tidak usah takut, peri manis. Katakan kepada Ratu peri, apa yang membuatmu memanggil namaku.”
”aku...aku....sebenarnya juga ikut lomba menulis. Tapi kertas ku tidak masuk seleksi.”
”Kenapa begitu, dewan juri?” Ratu peri menoleh kepada dewan juri dan meminta penjelasan dari para dewan juri.
”Ratu peri, peri kecil ini tidak mengirimkan naskah. Dia cuma mengirimkan kertas putih saja. Jadi kita kembalikan kertas putih itu.” jelas dewan juri.
”Mengapa begitu, peri manis? seharusnya engkau mengirimkan naskah cerita. Apa engkau salah mengirimkannya?” tanya ratu peri lagi
”ngh..ngh...aku tidak salah mengirimkannya. aku sudah melakukan yang benar.” tutur si peri kecil.
”lalu kenapa engkau mengirimkan cuma sehelai kertas putih tanpa ada coretan diatasnya? Ratu peri tidak mengerti.”
”ngh...ngh...aku takut ratu peri. Kertas putih itu demikian putihnya, sehingga aku takut untuk menggoreskan tinta apapun diatasnya. Aku takut itu akan membuat kertas putih itu menjadi ternoda. Aku melihat sinar putih kertas itu sungguh berkilau. Seperti kasih sayang ibuku." terlihat air tergenang di mata si peri kecil. Ratu peri pun seperti menahan keharuannya. "Teruskan penjelasanmu, peri kecil," pinta Ratu peri. "Kasih sayang ibu kepadaku demikian putih dan bersih. Dia yang setiap saat membersihkan diriku, merawatku, memberiku makan yang baik. Setiap kasih sayangnya, berkilau indah di diriku. Kasih putih ibuku memancarkan cahaya terang untukku sehingga aku mampu melihat dunia ini dengan sinar putihnya.” Peri kecil itu bertutur dengan kalimat yang demikian indahnya.

PERMATA INTAN BIRU 3

”O.. tidak kok. Justru kamu sudah terbiasa menulis. Dan tulisan mu pun bagus. Wajar saja jika kamu coba untuk ikut kompetisi dalam lomba itu. Kalau aku kan menulisnya agak malas. Makanya ibuku menasehati aku seperti itu. Kamu jangan patah arang gitu donk..” gurau Dariel.
”Tapi kamu baca dulu ya naskah ku.” pinta Oriel.
”No problem, sahabat. Lagian aku menyukai semua tulisanmu kok.”

Setelah Dariel membacanya, ”wah.. bagus banget tulisanmu, Riel!” puji Dariel kepada Oriel.
”Ah.. masa?” Oriel tersipu-sipu.
”Iya benar. aku serius kok?! tulisanmu bagus. Mudah-mudahan bisa menang lomba ya, Riel?!
”Ya, kita berdoa saja. Tapi kalaupun tidak menang, kan aku masih tetap bahagia kok. Tulisan ku itu ku tulis karena hati. Ya seperti yang sahabatku katakan,” Oriel balik memuji Dariel.
Dan mereka berdua tertawa bahagia.
”Yuk.. aku antar menyerahkan tulisanmu ke kerajaan peri” ajak Dariel.
”Yuk...kita meluncur sekarang ya.”
Mereka pun terbang menuju kerajaan peri.

Hari penentuan pun tiba.
Banyak naskah cerita yang sudah masuk meja redaksi peri berita. Terlihat suasana di redaksi kerajaan peri ramai dikunjungi para peserta lomba dan tamu undangan.
Tidak lama kemudian, keluarkan beberapa orang juri lomba, untuk menentukan kontestan lomba yang layak masuk ke dalam seleksi.Satu persatu naskah yang masuk diumumkan siapa yang menulis, dan mereka membacakan judul naskah.
Tiba pada giliran naskah Oriel, dewan juri memanggil nama Oriel, dan membacakan judul tulisan Oriel.
”Nama Oriel. Judul tulisan, Kasih Ibu Sepanjang Masa.”

Oriel dan Dariel terlihat gembira karena naskah mereka masuk ke dalam seleksi awal. Setelah beberapa nama disebutkan, kemudian para dewan juri masuk ke dalam istana untuk memberikan cerita itu kepada ratu peri.

Beberapa saat berlalu, akhirnya Ratu peri masuk ke ruang redaksi peri berita. Ratu peri terlihat sangat cantik dan anggun. Ratu peri terlihat tenang menaiki panggung dan berdiri di balik podium.
Suasana hening pada saat itu. Ratu akan mengumumkan siapa pemenang lomba menulis. Kemudian ratu peri memulai pidatonya.
”Para peserta lomba menulis kasih ibu, dan para undangan yang berbahagia. Saya sudah membacakan semua naskah yang masuk ke redaksi peri berita. Dan semua bagus-bagus. Hingga saya bingung untuk memilihnya. Namun, dengan segala maaf dari saya, tidak ada satupun naskah yang bisa membuat saya menangis.” terlihat raut wajah ratu peri agak bersedih.

Semua peserta lomba yang hadir saat itu pun juga bersedih. Tak terkecuali Oriel.

PERMATA INTAN BIRU 2

Tiba di rumah, Oriel segera mengambil pena dan kertas. Buru-buru Oriel mencari tempat yang nyaman, dimana ia bisa menulis dengan tenang.
”Oriel, mau kemana kamu?” tanya ibu ketika melihat Oriel tiba-tiba masuk rumah, dan langsung pergi lagi.
”Oriel mau menulis, bu,” teriak Oriel sambil terbang menjauh.
Ibu Oriel cuma menggeleng kepala melihat tingkat Oriel.

Demikian pula dengan Dariel. Setibanya di rumah, Dariel meminjam pena milik ibunya dan bergegas mencari kertas.
“Buat apa pena dan kertas itu, sayang?” tanya ibu Dariel.
“Dariel mau ikut lomba menulis, bu. Tadi waktu Dariel dan Oriel sedang berjalan-jalan, kita mendengar informasi dari peri berita, bawa ratu peri mengadakan lomba menulis dalam rangka kasih ibu. Nah, siapa yang bisa menulis cerita, dan membuat ratu peri menangis, pemenangnya akan diberi hadiah permata intan biru” Dariel menjelaskan dengan penuh semangat kepada ibundanya.
“Oo..begitu. Kalau kamu mau menulis, jangan karena hadiahnya. Tapi menulislah dengan hatimu. Karena dengan begitu, tulisanmu pun akan menjadi indah,” nasehat ibu, sambil membelai kepala Dariel.
”O.. gitu ya, bu? Kalau gitu Dariel berniat seperti yang ibu katakan tadi, bahwa Dariel akan menulis bukan karena hadiah, tapi Dariel menulis karena dorongan hati. Terima kasih ya, bu.” langsung Dariel memeluk ibundanya dan pamit hendak ke rumah Oriel.

”Oriel...! Oriel...!” Dariel memanggil-manggil di depan rumah Oriel.
Tak lama kemudian, pintu rumah Oriel terbuka, dan keluar ibu Oriel.
”Oriel tadi pergi, nak. Dia bilang dia mau menulis. Tapi ibu tidak tahu kemana dia pergi.” tutur ibu Oriel.
”Terima kasih, bu. Dariel tahu kemana Oriel pergi.” Dariel langsung pamit, dan bergegas menemui Oriel ke tempat taman rahasianya.


Dari kejauhan, Dariel melihat Oriel tengah asik menulis. Tapi Dariel tidak ingin mengganggunya. Akhirnya Dariel batal menemui Oriel, dan ia pun kembali ke rumah.

Setelah beberapa hari berlalu,

”Dariel, aku sudah dapat 5 halaman untuk ikut lomba menulis.” kata Oriel ketika mereka bertemu.
”Wah.. hebat kamu, Riel,” puji Dariel.
”Kalau kamu sudah dapat berapa?” tanya Oriel.
”Aku ga ikutan lomba.” kata Dariel dengan tenang.
”Kok?! kenapa?” Wajah Oriel terlihat sedih.
”Ga apa-apa. Kamu jangan sedih gitu donk. Kata ibuku, aku seharusnya belajar menulis bukan karena hadiah, tapi karena hati. Jadi aku mencoba untuk mulai belajar menulis dari hati.” tutur Dariel sambil menenangkan sahabatnya.
”Trus aku gimana? aku menulis ingin dapat hadiah permata intan biru itu. Jadi aku salah?” kata Oriel sambil mengernyitkan dahinya.

Kamis, 19 November 2009

PERMATA INTAN BIRU 1


Seperti biasanya setiap pagi Oriel dan Dariel terbang bersama menikmati udara pagi yang cukup cerah hari itu. Tiba-tiba..."Teeettt....teettt...teettttt....!!!" suara terompet berbunyi sangat kencang. Oriel dan Dariel terkejut sekali. Mereka menutup telinga dengan kedua tangannya. Hampir saja mereka terjatuh karena konsentrasi terbang berkurang.
"Suara apa sih ini? Bikin sakit telinga saja!" gerutu Oriel. Wushh.!!! Dariel langsung meluncur terbang menuju ke arah sumber suara. Oriel mengikutinya dari belakang.

Dari kejauhan mereka melihat peri berita tengah meniupkan terompet emasnya, dan terlihat banyak peri berkumpul mengerumuni peri berita.
"Sepertinya ada pengumuman dari kerajaan peri," kata Dariel penuh selidik.
"yuk kita dekati kerumunan itu. Siapa tahu ada informasi penting," ajak Oriel.

Berangkatlah mereka menuju ke arah kerumuman para peri. Terlihat peri berita bersiap-siap membacakan kabar dari kerajaan peri.

"Pengumuman...pengumuman...!!" Teriak sang peri berita. "Dalam waktu dekat ini, negeri peri akan merayakan hari ibu peri. Pihak kerajaan memutuskan akan membuat lomba menulis cerita untuk ibu. Dan cerita yang berhasil membuat ratu peri menangis adalah pemenangnya. Ratu peri akan berjanji untuk memberikan permata intan biru untuk pemenangnya."

"Whaw... permata intan biru?! luar biasa hadiahnya!!" teriak Oriel penuh dengan semangat. "Ck..ck..ck...beruntung sekali pemenangnya nanti. Permata intan biru itu bisa berkhasiat untuk apapun." tambah Dariel. "Yuk kita coba ikut menulis cerita tentang ibu peri," ajak Oriel yang sejak awal sudah bersemangat ingin mengikuti lomba menulis cerita ibu peri.
Tanpa ba bi bu.... Oriel secepat kilat terbang menuju ke rumahnya. "Oriel, tunggu aku!" teriak Dariel sambil berlalu mengikuti Oriel.

Rabu, 18 November 2009

PIKNIK 1


Oriel berencana akan pergi ke suatu tempat, dimana ia bisa dengan leluasa bebas membaca tanpa ada gangguan apapun. Dengan gembira Oriel mempersiapkan beberapa roti, selai dan snack, serta minuman jus kesukaannya. Ditaruhnya di dalam sebuah keranjang piknik dan tak lupa ia siapkan sehelai tikar untuk tempatnya berbaring.


Ketika semua persiapan sudah selesai, Oriel bergegas untuk terbang menuju taman rahasianya.
Tiba-tiba.."hayoo? Mau kemana, riel?" tanya Dariel mengejutkan. "Ah... aku cuma mau ke sana" jawab Oriel sekenanya. "Kesana kemana?" desak Dariel. "kok bawa kerangjang piknik segala? memangnya kamu mau piknik ya?" Oriel terdiam. Dia tidak ingin Dariel tahu kalau dia akan piknik sendiri. "Kok ga ajak-ajak aku?" Dariel terus bertanya kepada Oriel.

Mendapatkan banyak pertanyaan dari Dariel, Oriel langsung melesat terbang menjauhi Dariel, yang masih terheran dengan tingkahnya Oriel.

Oriel terus melaju dengan cepat. Ia berharap Dariel tidak bisa mengikutinya. Setelah lama terbang, dan yakin jika tidak ada yang membututinya, Oriel langsung meluncur ke taman rahasianya, tempat dimana ia bisa bebas membaca.

Sampailah Oriel di taman rahasia. Ia siapkan tikar, dan dikeluarkan pula makanan dan minuman. Kemudian, dari balik sayapnya, dikeluarkan sebuah buku bersampul biru muda. Perlahan-lahan Oriel membuka lembar demi lembar buku tersebut. Mulailah ia membacanya.

Baru saja ia membaca, tiba-tiba terdengar suara halilintar. "Wah...mau hujan nih." pikir Oriel. "Tapi belum tentu hujan, siapa tahu nanti akan cerah lagi," pikirnya sambil meneruskan membaca. Namun tiba-tiba, hujan deras turun, dan Oriel buru-buru mengemas tikar dan keranjangnya. Hujan disertai kilat dan angin kencang, seolah-olah memburu Oriel yang dalam kepanikan. Oriel berusaha mencari tempat berteduh. Setelah mencari kesana kemari, akhirnya oriel menemukan sebuah pohon rindang yg cocok untuk tempatnya berteduh.

Tikar dan makanan yang dibawanya telah basah, dan tidak bisa dimakan lagi. Oriel menggigil kedinginan. Ia sama sekali belum sempat menikmati makanannya. ke dua sayapnya basah karena hujan. Tiba-tiba ia teringat buku yang dibacanya. "Cilaka!! Dimana buku itu?" sambil mencari-cari dibawah sayapnya dimana gerangan bukunya. "Aduuh... kok aku ga nemu buku itu ya? wah kalau buku itu hilang bagaimana?" Oriel terus berusaha mengingat dan mencari dimana buku itu. Dalam keadaan panik dan kedinginan, tiba tiba terdengar suara dibalik pohon, "kasihan...oo...kasihan. Ingin senang sendiri, malah susah sendiri"
"He! siapa kamu?" Oriel terkejut. "Aku adalah pohon rindang ini. Aku melihatmu kesusahan" seru suara misterius itu. --- bersambung ---

Selasa, 17 November 2009

PIKNIK 2

"Aku peri kayu. Aku tahu kalau kamu itu sebenarnya ingin senang sendiri." sahut sang pohon. "kamu tidak mau sahabatmu ikut bersenang dengan mu. Coba kalau kamu ajak sahabatmu untuk ikut berpiknik denganmu, pasti kamu tidak kesusahan seperti ini."

Oriel tertunduk sedih. Dia ingat ketika meninggalkan sahabatnya Dariel. "andai saja Dariel ada disini, pasti buku itu tidak terlupakan. pasti dia membantu membereskan makanan dan minuman agar tidak rusak oleh hujan," Oriel menyesal tidak mengajak Dariel. Dan lagi ia teringat bahwa buku itu hilang, bahkan mungkin sudah hancur oleh hujan. Tampak kesedihan dimata Oriel. Seharusnya hari itu dia nikmati, namun kemudian akibat hujan hari itu menjadi hari kelabu bagi Oriel.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara memanggil. "Oriel!!.. Oriel!! dimana kamu?"

Oriel seketika langsung menangkap suara itu. Dan ia mengenali suara tersebut. Dariel??Dariel!! aku disini!" teriak Oriel penuh bahagia. Lalu dari kejauhan Dariel terbang menuju ke Oriel. Betapa senangnya hati Oriel melihat kehadiran sahabatnya. Oriel langsung memeluk sahabatnya dengan perasaan penuh penyesalan. "maafkan aku, Dariel. Aku tidak bermaksud meninggalkanmu." "Tidak apa-apa, sahabat. Justru aku mengerti bahwa setiap orang berhak untuk sesaat menikmati kesendiriannya. Tapi tidak juga selalu memikirkan kesenangannya sendiri. Harus imbang antara diri sendiri dan orang lain disekitarnya." kata Dariel penuh bijaksana. "oh.. iya. Ini bukumu aku temukan," Dariel mengeluarkan buku bersampul biru dari bawah sayapnya. Oriel menatap penuh dengan bahagia. Dipeluknya lagi sahabatnya dengan penuh rasa haru dan bahagia. "Dariel sahabatku, Terima kasih."
--- SELESAI ---

Senin, 09 November 2009

Kado Terindah

Tak pernah terbayang seperti apa wajahnya...
Tak pernah terlintas sedikitpun siapa gerangan dirinya...

Sebuah harapan...
Harapan yang indah, akan kehadirannya
Seiring perjalanan waktu...
 
Copyright 2010 DUA BIDADARI CILIK. Powered by Blogger
Blogger Templates created by DeluxeTemplates.net
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase