Sehingga tak terasa Sang Ratu menitikkan air mata. Kemudian ratu peri berjongkok di depan peri kecil itu. Ratu peri langsung mendekapnya dengan penuh kehangatan.
”Engkau membuatku terharu, sayang.. dan telah membuatku menangis. Berarti engkaulah pemenangnya,” Ratu peri benar-benar dibuat menangis oleh kata-kata peri kecil itu.
”Siapa namamu, peri manis?” tanya ratu peri sambil mengusap air matanya.
”Namaku Zendith,” kata si peri kecil.
”Mana ibumu, sayang. Ratu Peri akan memberikan permata intan biru ini untuk ibumu. Dia sudah berhasil mendidikmu untuk menjadi anak yang berbudi dan berhati mulia.”
Peri kecil itu kemudian tertunduk diam. Terlihat air matanya mulai membasahi pipinya yang kotor.
”Ibuku...ibuku....dia sudah tiada.Dia meninggal karena sakit” katanya sambil terisak-isak.
Ratu peri melihatnya dengan iba. Air matanya menetes lagi.
”Jadi dengan siapa kamu tinggal?” tanya Ratu Peri lagi.
”Aku tinggal beralaskan tanah, dan beratapkan langit. Oleh karena itu, sulit sekali aku menemukan kertas putih yang demikian putih, seperti putihnya kasih ibuku. Maafkan aku, Ratu peri. Aku tidak bisa menerima hadiah itu. Lagian permata itu tidak berarti bagiku, tanpa adanya ”permata murni” dari hati ibuku.
Dengan kasih sayangnya, Ratu menggendong peri kecil itu, dan kemudian membawanya menuju panggung.
”Rakyat peri yang aku banggakan. Zendith adalah mutiara yang berharga bagi ibunya. Meskipun ibunya kini telah pergi ke surga meninggalkan dirinya, namun ia meninggalkan suatu yang berharga dalam diri Zendith, yaitu kemuliaan hatinya.
Aku, Ratu Peri, dengan ini akan menjadikan Zendith sebagai ”permata intan biru” untukku, dan ia ku angkat menjadi anakku.”
Zendith terkesima atas pernyataan Ratu Peri. Dipeluknya sang Ratu peri dengan dekapan erat, dan ratu peri membalasnya dengan pelukan sayangnya kepada Zendith.
”Terima kasih, ibunda,” balas Zendith dengan berlinang air mata.
Peserta lomba yang hadir saat itu, benar-benar terharu menyaksikan 2 makhluk Tuhan yang memiliki kepekaan dan kemuliaan hati. Semua yang hadir meneteskan air mata haru dan bahagia. Demikain juga dengan Oriel dan Dariel.
Zendith telah menulis dengan hati. Karena tidak satupun goresan tangan yang mampu menuliskan betapa besar kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
*** 21 nov 2009
”Engkau membuatku terharu, sayang.. dan telah membuatku menangis. Berarti engkaulah pemenangnya,” Ratu peri benar-benar dibuat menangis oleh kata-kata peri kecil itu.
”Siapa namamu, peri manis?” tanya ratu peri sambil mengusap air matanya.
”Namaku Zendith,” kata si peri kecil.
”Mana ibumu, sayang. Ratu Peri akan memberikan permata intan biru ini untuk ibumu. Dia sudah berhasil mendidikmu untuk menjadi anak yang berbudi dan berhati mulia.”
Peri kecil itu kemudian tertunduk diam. Terlihat air matanya mulai membasahi pipinya yang kotor.
”Ibuku...ibuku....dia sudah tiada.Dia meninggal karena sakit” katanya sambil terisak-isak.
Ratu peri melihatnya dengan iba. Air matanya menetes lagi.
”Jadi dengan siapa kamu tinggal?” tanya Ratu Peri lagi.
”Aku tinggal beralaskan tanah, dan beratapkan langit. Oleh karena itu, sulit sekali aku menemukan kertas putih yang demikian putih, seperti putihnya kasih ibuku. Maafkan aku, Ratu peri. Aku tidak bisa menerima hadiah itu. Lagian permata itu tidak berarti bagiku, tanpa adanya ”permata murni” dari hati ibuku.
Dengan kasih sayangnya, Ratu menggendong peri kecil itu, dan kemudian membawanya menuju panggung.

”Rakyat peri yang aku banggakan. Zendith adalah mutiara yang berharga bagi ibunya. Meskipun ibunya kini telah pergi ke surga meninggalkan dirinya, namun ia meninggalkan suatu yang berharga dalam diri Zendith, yaitu kemuliaan hatinya.
Aku, Ratu Peri, dengan ini akan menjadikan Zendith sebagai ”permata intan biru” untukku, dan ia ku angkat menjadi anakku.”
Zendith terkesima atas pernyataan Ratu Peri. Dipeluknya sang Ratu peri dengan dekapan erat, dan ratu peri membalasnya dengan pelukan sayangnya kepada Zendith.
”Terima kasih, ibunda,” balas Zendith dengan berlinang air mata.
Peserta lomba yang hadir saat itu, benar-benar terharu menyaksikan 2 makhluk Tuhan yang memiliki kepekaan dan kemuliaan hati. Semua yang hadir meneteskan air mata haru dan bahagia. Demikain juga dengan Oriel dan Dariel.
Zendith telah menulis dengan hati. Karena tidak satupun goresan tangan yang mampu menuliskan betapa besar kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.
*** 21 nov 2009
0 komentar:
Posting Komentar